Sejarah

Penyelenggaraan Pendidikan Tinggi Arsitektur di Indonesia dimulai sejak tahun 1950, yaitu dengan dibukanya Bouwkundige Afdeeling (Bagian Bangunan) pada Fakultet Teknik Universitas Indonesia di Bandung (sekarang Institut Teknologi Bandung). Program Pendidikan yang diselenggarakan adalah pendidikan untuk menjadi Insinyur Arsitek dengan kurikulumnya masih mengadopsi kurikulum arsitektur dari Technische Hoogeschool Delft - Belanda (sebagian besar tenaga pengajar adalah lulusan dari TH. Delft). Jurusan Arsitektur ini meluluskan lulusan pertamanya pada tahun 1958.

Satu dekade berikutnya dibuka program studi arsitektur di berbagai kota lainnya di Indonesia, yaitu antara lain Universitas Katolik Parahyangan (1960), Universitas Gadjah Mada (1962), Universitas Diponegoro (1962), Universitas Tarumanagara (1962), Universitas Kristen Indonesia (1962), Universitas Hasanuddin (1963), Universitas Pancasila (1963), Universitas Indonesia (1965), Universitas Udayana (1965), Institut Teknologi Sepuluh Nopember (1965), dan Universitas Kristen Petra (1967). Pembukaan program studi arsitektur ini selanjutnya diikuti oleh perguruan tinggi yang lain di seluruh Indonesia. Berdasarkan data PDDIKTI Dikti (2015), jumlah perguruan tinggi penyelenggara program S1 Arsitektur saat ini adalah sejumlah 159 perguruan tinggi aktif. Di antara jumlah tersebut, terdapat 16 perguruan tinggi penyelenggara pendidikan arsitektur pada jenjang Magister, dan 7 perguruan tinggi penyelenggara pendidikan arsitektur pada jenjang Doktor.

Sejak tahun 1996, terjadi perubahan besar dalam dunia pendidikan di Indonesia, yaitu pemberlakuan alur pendidikan akademik, yang ditandai perubahan dari 160 sks untuk S1 (pendidikan profesional 5 tahun) menjadi minimum 144 sks dengan masa studi menjadi 4 tahun. Selain itu, gelar Insinyur (Ir) yang semula diberikan kepada lulusan S1 Arsitektur 5 tahun, berubah menjadi Sarjana Teknik (ST). Tahun 1996 ini pula mulai diselenggarakan akreditasi pendidikan arsitektur pertama yang dilakukan oleh Badan Akreditasi Nasional.

Misi awal pendidikan tinggi arsitek di Indonesia adalah menghasilkan para arsitek profesional yang siap pakai. Sebab itu masa pendidikannya pun relatif lama -minimal 5 tahun- karena selain pengetahuan tentang ilmu arsitektur para mahasiswanya juga diberi pelatihan keterampilan merancang melalui penugasan di studio serta pembekalan pengalaman kerja melalui praktik kerja atau magang. Di akhir masa pendidikannya mereka diuji melalui simulasi proyek dan apabila lulus mereka dinyatakan sebagai seorang Insinyur. Pada tahun 1996 terjadi perubahan model pendidikan insinyur 5 tahun menjadi pendidikan Sarjana Teknik 4 tahun. Sebagai konsekuensinya perguruan tinggi mengganti simulasi proyek sebagai ujian akhir dengan skripsi, lulusannya adalah calon arsitek bergeral Sarjana Teknik Arsitektur. Para lulusan tersebut belum menjadi arsitek, tetapi merupakan sarjana arsitektur, yang siap dikembangkan menjadi arsitek profesional.

Sejak 1996, UNESCO-UIA (Union Internationale des Architectes) Charter for Architectural Education melakukan elaborasi kompetensi pendidikan arsitektur yang diakui secara internasional. Ketetapan internasional untuk mencapai profesi arsitek mensyaratkan pendidikan arsitektur selama minimal lima tahun ditambah dengan magang selama dua tahun sebagai ketentuan untuk memperoleh registrasi/lisensi/sertifikasi sebagai arsitek.

Sejak dekade 2000an Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) bersama perguruan tinggi penyelenggara pendidikan arsitektur di Indonesia berupaya menjembatani kekurangan pendidikan sarjana teknik untuk memenuhi pengakuan arsitek Indonesia di dunia internasional. Hingga tahun 2007 disepakati format program Pendidikan Profesi Arsitek atau PPAr yang berdurasi 1 tahun yang akan melengkapi pendidikan arsitektur 5 tahun yang diakui dunia internasional. Sejak 2009 hingga 2015 terdapat 14 perguruan tinggi yang bekerjasama dengan IAI untuk menyelenggarakan PPAr. UK Petra sendiri melaksanakan pendidikan angkatan pertama PPAr nya di tahun 2010.

Setelah ASEAN Mutual Recognition Arrangements berlaku tahun ini, 8 profesi termasuk arsitek memiliki kesempatan lebih luas untuk berpraktek lintas negara ASEAN. Arsitek yang menghendaki berpraktek lintas negara ASEAN harus memiliki kualifikasi pendidikan dan kompetensi yang diakui oleh ASEAN Architect Council sehingga layak menyandang sertifikasi ASEAN Architect. Sikap Indonesia dalam hal ini adalah menetapkan dasar hukum yang lebih jelas untuk profesi arsitek dalam Undang-Undang Arsitek, selain telah mengamanatkan pendidikan profesi dalam UU Pendidikan Tinggi tahun 2012. Sejak 2015, IAI bersama APTARI (Asosiasi Pendidikan Tinggi Arsitektur) dengan dukungan Kemenristekdikti menyelenggarakan revitalisasi kurikulum Pendidikan Profesi Arsitek untuk mengakomodasi dinamika nasional dan regional di atas. PPAr UK Petra termasuk pendidikan profesi pertama yang responsif melaksanakan perubahan kurikulum tersebut dengan meluncurkan PPAr kurikulum 2016 yang lebih menjawab kebutuhan dan realitas dunia profesi arsitek di Indonesia dan ASEAN.